JOGJA. Aksi menuntut pengisian posisi gubernur dan wakil gubernur DIJ dilakukan melalui mekanisme penetapan, terus berlanjut. Sekitar 1.500 orang dari kalangan lurah, dukuh, dan pamong desa se-Sleman menggelar unjuk rasa menuntut status keistimewaan Jogja dengan menetapkan dwi tunggal Sri Sultan HB X dan Paku Alam IX sebagai gubernur dan wakil gubernur.
Para lurah yang tergabung dalam "Paguyuban Suryo Ndadari" dan dukuh "Cokro Pamungkas" memulai aksi di gedung DPRD Provinsi DIJ sekitar pukul 09.00. Dalam aksinya, mereka sempat mengancam akan melakukan boikot jika pemerintah memutuskan pengisian gubernur dan wakil gubernur melalui mekanisme pemilihan.
"Jika pemerintah pusat tetap nekat menggelar pemilihan gubernur dan wakil gubernur, kami akan bersikap pasif. Tidak akan ikut cawe-cawe. Kami berjanji tidak akan mengurusi yang berkaitan dengan proses pemilihan gubernur dan wakil gubernur. Itulah janji kami," tegas Ketua Paguyuban Dukuh "Cokro Pamungkas" Sukiman yang disambut sorakan massa.
Aksi unjuk rasa didorong pemahaman bahwa sesuai hak asal usul keistimewaan DIJ terletak pada kepemmpinan dwitunggal Sri Sultan Hamengku Buwono sebagai gubernur dan Paku Alam sebagai wakil gubenur.
"Kedudukan dwitunggal tidak terikat batas waktu, syarat, dan cara pengangkatan yang diberlakukan bagi daerah lain yang diangkat dan bertanggungjawab kepada presiden. Aksi ini sekaligus bentuk keprihatainan pemerintah desa atas mandegnya pembahasan RUUK. Masalah RUUK hanya akan selesai jika semua pihak mau berpedoman dan bertitik tolak dari tatanan kenegaraan sesuai UUD 1945," tambah Sukiman.
Lebih lanjut disampaikan Paguyuban Lurah "Suryo Ndadari" Mulyadi, ada upaya yang sistematis untuk menghapus keistimewaan DIJ dengan berkedok pada demokrasi dan penyeragaman. "Upaya menghapus keistimewaan DIJ sama saja akan memisahkan Hamengku Buwono dan Paku Alam dengan rakyat," ujar Mulyadi.
Sebelum berunjukrasa, massa dihibur kesenian kuda lumping. Saat melakukan aksi, massa diterima oleh beberapa anggota dewan. Di antaranya Ketua Dewan Gandung Padiman, Krisnma, Sukamto, Tarlinem, dan Heru Ismoyo.
Sebagai bentuk dukungan terhadap penetapan DIJ sebagai daerah istimewa, DPRD juga sudah mengirim utusan ke Jakarta untuk menanyakan status RUU Keistimewaan DIJ Jogja kepada mendagri. "Siang kemarin dijadwalkan delegasi dewan bertemu mendagri. Ini sebagai bentuk dukungan dewan kepada keistimewaan DIJ," kata Gandung kepada massa aksi.
Sementara itu, Ketua Fraksi PKB Sukamto berjanji akan memberikan tiket pesawat gratis bagi seluruh lurah di Sleman untuk menghadap mendagri. "Dan bagi anggota fraksi yang tidak mendukung keistimewaan DIJ, kami persilakan untuk keluar dari PKB," ujar Sukamto.
Dari Jakarta dilaporkan, saat melakukan pembicaraan dengan delegasi DPRD DIJ, Mendagri Mardiyanto juga sempat menyinggung aksi demo yang dilakukan pamong desa di Gedung DPRD DIJ. Mardiyanto mengaku prihatin dengan aksi turun ke jalan para pamong desa itu.
"Mereka mestinya menjadi panutan. Kenapa harus ikut demo," sesal mantan gubernur Jateng ini. Dalam kesempatan itu, Mendagri juga menceritakan pengalamannya berbicara dengan Gubernur DIJ Hamengku Buwono X. Dirinya memiliki kesepahaman dengan raja Keraton Jogja itu.
Menurut Mardiyanto, mengutip pendapat HB X, tidak ingin terjadi konflik horisontal akibat perbedaan pendapat. "Dalam memperjuangan RUUK DIJ jangan sampai terjadi konflik horisontal. Saya sependapat dengan Ngarso Dalem," ujarnya.
Sebagai orang yang dibesarkan di Jogja, Mardiyanto sangat memahami sikap yang diambil raja Keraton Jogja itu. Dia sempat menyebut sikap itu semacam dawuh dalem.
Mardiyanto juga sempat tersenyum saat mengetahui protes sebagian kalangan yang menyebut kedatangan delegasi ke Mendagri salah alamat. Dia malah mengingatkan kedudukan DPRD Provinsi disahkan dengan SK Mendagri. "Jadi kenapa datang ke sini dikatakan salah alamat," tuturnya. (lai/kus)
Sumber : Radar Jogja
0 Response to "Pamong Desa Desak Penetapan"